Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget Atas Posting

 Tulis Artikel dan dapatkan Bayaran Tiap Kunjungan Rp 10-25 / kunjungan. JOIN SEKARANG || INFO LEBIH LANJUT

Biografi dan Pemikiran Filsafat Spinoza

Baruch de Spinoza adalah filsuf keturunan Yahudi-Portugis yang lahir dan besar di Belanda. Pikiran Spinoza berakar dalam tradisi Yudaisme. Pemikiran Spinoza yang terkenal adalah ajaran mengenai Substansi tunggal Allah atau alam. Hal ini ia katakan karena baginya Tuhan dan alam semesta adalah satu dan Tuhan juga mempunyai bentuk yaitu seluruh alam jasmaniah.
Baruch de Spinoza adalah satu dari sekian filsuf yang paling penting dari radikal pada awal periode pemikiran modern. Pandangannya sangat naturalistik mengenai Allah, dunia, manusia dan pengetahuan yang berfungsi untuk menjadi dasar sebuah filsafat moral dan berpusat pada pengendalian hawa nafsu yang mengarah pada kebajikan dan kebahagiaan. Ia juga meletakkan dasar bagi sebuah pemikiran politik yang sangat demokratis dan kritik mendalam dari pretensi Kitab Suci dan agama. Ia juga mengkritisi kitab suci dari bangsa Yahudi yaitu Bible (Kitab Suci Perjanjian Lama). Walaupun ia seoarng Yahudi, tapi tak menyurutkan niatnya untuk mengkritisi kitab tersebut karena kebenaranya sangat meragukan. Dari semua filsuf abad ketujuh belas, mungkin tidak ada yang memiliki keunggulan lebih dibanding Spinoza.


BIOGRAFI Baruch de Spinoza 

Baruch de Spinoza ( 1632 – 1677 ) adalah orang yahudi yang melarikan diri dari spanyol ke Amsterdam akibat terjadinya konflik keagamaan di sana semula ia di harapkan keluarganya menjadi Rabbi. Namun ia membuat marah komunitas yahudi dan keluarganya karena pada usia 18 tahun Spinoza meragukan kitab suci sebagai wahyu allah, mengecam posisi para imam yahudi, serta mempertanyaakan kedudukan bangsa Yahudi sebagai “ umat pilihan Yahweh “ dan keterlibatan allah secara pribadi dalam sejarah manusia. Akibatnya pada tahun 1656 ia di usir oleh keluarganya dan di kucilkan oleh komunitasnya dengan berbagai cacian dan kutukan yang antara lain berbunyi “terkutuklah dia (Spinoza) pada siang dan malam hari, terkutuklah saat ia berbaring dan bangun, terkutuklah kedatangan dan kepergianya; semoga allah tidak akan pernah sudi mengampuninya dan semoga murka-Nya turun atas orang ini ”.

tidak lama setelah itu, Spinoza menderita penyakit TBC. Karena mengalami percobaan pembunuhan oleh seorang Yahudi fanatic, Spinoza meninggalkan Amsterdam dan pergi ke Den Haag (1670). Di kota tersebut ia hidup sederhana (tidak merokok, jarang minum anggur, makan bubur encer, dan minum sedikit susu). Dan undangan untuk mengajar di Universitas Heidelberg. Perguruan tinggi paling terkenal di Jerman saat itu, ditolaknya, agar ia terhindar dari publikasi dan tidak merasa terikat (1673). Spinoza mencari nafkah dengan bekerja sebagai pengasah lensa kacamata dan menjadi guru pribadi pada keluarga kaya. Kemudian ia, berkenalan dengan tokoh-tokoh partai politik Belanda saat itu, seperti Jan de Witt. Spinoza sempat di kunjungi Leibnez, beberapa waktu sebelum penyakit TBC yang di deritanya semakin kronisdan merenggut nyawanya pada usia 47 tahun ( 1677 ).

PEMIKIRANYA TENTANG TUHAN

 Ajaran tentang Substansi Tunggal; Allah atau Alam ( Deus sive Natura )
Bagaimanakah Allah, jiwa, dan dunia material bisa di pikirkan sebagai satu kesatuan utuh? Inilah persoaalan utama dari filsafat Dascartes. Dalam bukunya yang berjudul Eticha, Ordine Geometrico Demonstrata ( Etika yang di buktikan secara Geometris, 1677 ) Spinoza menjawab persoalaan ini. Ia memulai filsafatnya dengan pengertian “ sebstansi “. Spinoza mendefinisikan substansi sebagai “ sesuatu yang ada dealam dirinya sendiri dan di pikirkanoleh dirinya sendiri. Artinya yang Sesutu konsepnya tidak membutuhkan konsep lain untuk membentuknya “.

Jadi substansi adalah apa yang berdiri sendiri dan ada oleh dirinya sendiri. Spinoza membedakan substansi dengan atribut, yakni sifat atau ciri khas yang melekat pada substansi. Sifat substansi adalah abadi, tidak terbatas, mutlak ( artinya tidak tergantung kepada yang lain ) dan tunggal. Menurut Spinoza, hanya ada satu yang memenuhi semua definisi ini, yaitu Allah! Ya hanya Allah yang mempunyai sifat abadi, tidak terbatas, mutlak, tunggal, dan utuh. Jelas implikasinya Spinoza menolakAllah yang bersifat personal, dengan kata lain Allah disapa manusia dengan kata “ engkau ” atau “ bapa ” seperti yang di yakini oleh agama monoteisme, khususnya agama Yahudi atau Kristen. Sebab menurut Spinoza manusia hanyalah bersifat fana, relatif dan terbatas, yang sesungguhnya dalam hal ini adalah sifat Allah.

Selanjutnya Spinoza mengajarkan bahwa kalau Allah adalah satu-satunya substansi, maka yang ada harus di katakana berasal dari Allah. Bahwa ini semua bentuk pluralitas alam, yang sifat jasmaniah (baik manusia, hewan, dan tumbuhan) ataupun yang bersifat rohaniah (pemikiran, perasaan, atau bukan kehendak) bukan hal yang berdiri sendiri, melainkan keberadaanya mutlak bergantung pada Allah. Untuk menyebut gejala ini Spinoza memakai istilah modi yang berarti berbagai bentuk atau cara keberadaan dari substansi. Dengan demikian realitas yang kita temukan di alam hanyalah modi dari Allah sebagai substansi tunggal. Alam dengan segala isinya identik dengan Allah. Dengan kata kunci ajaran Spinoza adalah Deus Sive Natur ( Allah atau Alam ). Sebagai Allah, alam adalah natura-naturans ( alam yang di lahirkan ), sebagai dirinya sendiri natura naturata ( alam yang di lahirkan ) namun substansinya adalah satu dan nama, yaitu Allah atau (juga) alam.

Spinoza juga menolak ajaran Descartes, bahwa realitas terdiri dari tiga substansi (Allah, Jiwa, dan materi). Bagi Spinoza hanya ada satu substansi, Yakni Allah atau Alam. Selain itu juga persoalaan dualisme dalam filsafat Descartes juga berhasil di atasi. Menurut Spinoza; Descartes dalam memandang pemikiran (res cogitans, hakikat jiwa) dan keluasan (res extensa, hakikat tubuh) sebagai substansi yang berbeda pada manusia. Menurut Spinoza, jiwa pemikiran dan tubuh atau keluasan bukanlah dua substansi, melainkan dua atribut illahi, yakni dari sekian banyak sifat Allah atau alam yang bisa di tangkap manusia.

Dua atribut ini membentuk manusia dan menjadikanya modus atau cara keberadaan Allah atau alam. Secara substansial alam pemikiran Spinoza tidak ada tempatbagi adanya “ jiwa “ dan “ tubuh “ individual pada manusia, seba manusia adalah modus Allah dan terstukan denga-Nya. Dalam hal ini manusia hanyalah modus Allah dan terstukan denga-Nya, maka individualitas mutlak dan kebebasan manusia – dua hal yang justru di tekankan dalam agama-agama monoteis – harus di tolak.

Menurut ajaran agama-agama monoteis , khususnya filsafat kristiani., setiap secara individual mutlak. Artinya Allah mencintai individu-individu secara pribadi dan menghendaki mereka tanpa kenal batas waktu. Kenyataan bahwa manusia bisa menirima atau menolak Allah bahwa manusia mempunyai kebebasaan. Dengan ini kalau manusia wafat, ia tidak larutdalam alam semesta, melainkan secara individual datang pada Allah untuk memperoleh cinta-Nya ( “surga” ) atau binasa selamanya ( “neraka” ). Kepercayaan akan adanya kehidupan sesudah kematian juga mengimplikasikan bahwa jiwa adalah abadi. Orang Yahudi, Kristen, dan Islam mengharapkan bahwa sesudah kematian akan bertemu mereka yang sudah meninggal.

Bagi Spinoza, indivudualitas, jiwa dan kebebasan manusia yang di ajarkan oleh agama-agama monoteistik tidak ada dasarnya. Menurutnya manusia hanyalah modus Allah dan oleh karena itu ia tidak abadi dan tidak mutlak pada dirinya sendiri. Ia bergantung sepenuhnya pada Allah, substansunya, sehingga tidak ada kebebasaan dan individual sesudah kebangkitan. Surga dan neraka tidak ada di kerangka pikiran Spinoza.

– Allah Sebagai Substansi Tunggal Menjadi Kesamaan Pemikiran yang Pertama

Allah, yang oleh Spinoza dikatakan memiliki sifat tunggal Yang Esa merupakan kebijaksanaan menggunakan akal-pemikiran dalam menyelidiki Ada dan Esa-nya Tuhan. Ketuhanan bukan hanya suatu kepercayaan yang tidak bisa dibuktikan kebenarannya melalui akal pikiran, melainkan suatu kepercayaan yang berakar pada pengetahuan yang benar (yang sesuai dengan objeknya) yang diuji melalui logika akademi. Tegasnya, Ketuhanan adalah suatu kebenaran logis yang dapat dibutikan melalui kaidah-kaidah logika.

Pandangan Spinoza mengenai pandangannya bahwa Allah merupakan substansi Yang Esa, Yang Tunggal, kekuasaannya mutlak tidak terbagi, dan tidak perlu bergantung pada segala sesuatu. Allah sebagai Yang Tak Berhingga tidak bisa dibentuk menjadi banyak “Yang Tak Berhingga” lainnya, sebab Yang Tak Berhingga hanyalah satu, dan itupun harus mencakup semuanya. Meskipun Spinoza merupakan seorang Yahudi, akan tetapi pandangannya mengenai Allah menjadi hal dasar mengapa penulis menekankan kesamaan pemikiran penulis dengan Spinoza. Penulis beragama Islam sejak lahir, mengenal Allah sebagai satu-satunya Tuhan Yang Maha Esa. Berikut penulis cuplikkan ayat dalam kitab suci penulis Al-Qur’an yang memuat hal tersebut,

Sesungguhnya kafirlah orang-orang yang mengatakan, “Bahwasanya Allah salah satu dari yang tiga”, padahal sekali-kali tidak ada Tuhan selain dari Tuhan Yang Maha Esa. Jika mereka tidak berhenti dari apa yang mereka katakan itu, pasti orang-orang yang kafir di antara mereka akan ditimpa siksaan yang pedih (Q.S. Al-Ma’idah : 73)

Katakanlah: “Dia-lah Allah. Yang Maha Esa, Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu. Dia tiada beranak dan tiada pula diperanakkan, dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia” (Q.S. Al-Ikhlas : 1-4)

Dengan demikian jelaslah bahwa keyakinan penulis bahwa Allah adalah satu, Yang Esa, dan Yang Tunggal serta tidak bergantung dengan Yang Tak Berhingga lainnya memiliki kesamaan pemikiran dengan Spinoza sebagaimana tersebut sebelumnya.

Akan tetapi penulis, yang telah mengkaji studi perbandingan agama, tidak akan berhenti pada pemaparan Al-Qur’an mengenai KeEsaan Allah. Bible, sebagai pegangan umat Kristiani, pun menuturkan hal yang sama. Hal ini dapat dilihat dalam Injil Yohanes 17 : 3,

Inilah hidup yang kekal itu, yaitu bahwa mereka mengenal Engkau, satu-satunya Allah yang benar, dan mengenal Yesus Kristus yang telah Engkau utus.
Lebih lanjut dalam Injil Matius 22 : 36-37 Yesus menentang konsep Trinitas (Allah Bapa, Anak, Ruh Kudus) yang terdapat dalam Injil Matius 28 : 19-20,
“Guru, hukum manakah yang terutama dalam hukum Taurat?”Jawab Yesus kepadanya, “Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu”(Matius 22: 36-37)

Demikian pula dengan sabda Yesus dalam Injil Yohanes 10 : 29,
“Bapa-Ku, yang memberikan mereka kepada-Ku, lebih besar dari siapa-pun…”
Jelas dalam hal ini Yesus Kristus menolak konsep Trinitas dan tidak menyetujui konsep Trinitas dengan pernyataannya mengenai kebesaran Bapa (Allah) daripada dirinya sendiri.
Dari kedua ayat kitab suci yang penulis kutip yakni dari Al-Qur’an maupun Bible, rasanya semakin menguatkan persepsi penulis jika pada hakikatnya Allah adalah Yang Tunggal, Yang Esa, Yang Tak Berhingga dan memiliki kekuasaan yang mutlak.

Benarlah apa yang dikatakan Spinoza bahwa adanya makhluk-makhluk yang berdiri sendiri akan mengurangi kepenuhan Ada dan kemutlakan dari Yang Tak Berhingga dan membuatnya hanya menjadi sebuah ilusi. Sebab, menurutnya, andai kita menambah makhluk-makhluk berhingga pada Yang Tak Berhingga maka kita akan mendapatkan lebih banyak lagi nantinya. Bukankah Yang Tak Berhingga harus mencakup segalanya? Inilah yang kemudian disimpulkan bahwa Yang Tak Berhingga itu tidak boleh tidak harus merupakan yang satu serta segala-galanya. Siapa yang disebut Yang Tak Berhingga ? Tiada lain ialah Allah.

– Kritik Spinoza Atas Bible (Perjanjian Lama) Menjadi Kesamaan Pemikiran yang Kedua

Persoalan dalam menafsirkan Bibel yang dipicu oleh kemunculan Protestan, berkembang dan menggiring kepada kajian kritis terhadap teks Bibel itu sendiri. Pada abad ke-17 dan ke-18, pendekatan kritis kepada teks Bibel (Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru) berkembang. Meskipun Spinoza seorang Yahudi yang memiliki kitab sendiri berupa Talmud ternyata juga mengkritisi Perjanjian Lama dalam Bible yang isinya memuat kitab Taurat yang dibagi dalam lima kitab : Kejadian, Keluaran, Imamat, Bilangan, dan Ulang-tutur atau sering disebut kitab Ulangan. Kitab-kitab inilah yang harus kita buktikan apakah benar-benar berasal dari Tuhan? Jika sudah ditemukan kitab mana yang benar-­benar merupakan berita dari Tuhan, Kita harus pegang. Tugas akal kita selanjutnya adalah memahami kandungannya dan mencari cara untuk mengaplikasikannya di alam nyata.

Kritik Spinoza terhadap isi Perjanjian Lama seperti Yehezkiel, Yeremia, Kidung Agung, Amsal, Raja-Raja, dan lain sebagainya. Mengapa kitab-kitab tersebut harus dikritisi? Hal ini disebabkan isi dari kitab-kitab tersebut yang sama sekali jauh dari kesan sebuah kitab suci. Mengapa dikatakan bahwa Perjanjian Lama juah dari kesan sebuah kitab suci? Pertama, kitab-kitab yang terdapat di dalam Perjanjian Lama saling memiliki kontradiksi antara satu ayat dengan ayat yang lain. Sebagai contoh akan penulis nukilkan tiga kontradiksi sebagai berikut,

a. Apa yang difirmankan Tuhan; 3 tahun kelaparan atau 7 tahun kelaparan ?
II Samuel 24 : 13:
“Kemudian datanglah Gad kepada Daud, memberitahukan kepadanya dengan berkata kepadanya: “Akan datangkah menimpa engkau tujuh tahun kelaparan di negerimu ? Atau maukah engkau melarikan diri tiga bulan lamanya dari hadapan lawanmu, sedang mereka itu mengejar engkau?

I Tawarikh 21 : 11-12:
“Kemudian datanglah Gad kepada Daud, lalu berkatalah ia kepadanya, “Beginilah Firman Tuhan: Haruslah engkau memilih. Tiga tahun kelaparan atau tiga bulan lamanya melarikan diri dari hadapan lawanmu, sedang pedang musuhmu menyusul engkau”

b. Berapa usia Yoyakhin? 8 atau 18?
2 Tawarikh 36 : 9
Yoyakhin berumur delapan tahun pada waktu ia menjadi raja dan tiga bulan sepuluh hari lamanya ia memerintah di Yerusalem. Ia melakukan apa yang jahat di mata Tuhan.
2 Raja-Raja 24 : 8
Yoyakhin berumur delapan belas tahun pada waktu ia menjadi raja dan tiga bulan lamanya ia memerintah di Yerusalem. Nama ibunya ialah Nehusta binti Elnathan, dari Yerusalem.

c. 700 Atau 7000 ?
2 Samuel 10 : 8
Tetapi orang Aram itu lari dari hadapan orang Israel, dan Daud membunuh dari orang Aram itu 700 ekor kuda kereta dan 40.000 orang pasukan berkuda. Sobakh, panglima tentara mereka, dilukainya sedemikian, hingga ia mati di sana.
1 Tawarikh 19 : 18
Tetapi orang Aram itu lari dari hadapan Israel, dan Daud membunuh dari orang Aram itu 7.000 ekor kuda kereta dan 40.000 orang pasukan berjalan kaki; juga sofakh, panglima tentara itu dibunuhnnya

Dari beberapa kontradiksi tersebut maka tidaklah mengherankan jika Spinoza mengkritisi Perjanjian Lama. Kedua, Spinoza mempelajari tulisan-tulisan dari Ezra, ia menjadi semakin ingin mengkritisi Perjanjian Lama karena kitab Taurat yang termuat di dalamnya tidak lebih seperti karangan dongeng biasa. Mengapa? Inilah pengingkaran Yahudi terhadap kitab Allah yang menyebabkan musnahnya Taurat pada zaman Nebukadnezzar. Lalu ditulis ulang pada kemudian hari, sekitar 80 tahun sejak kemusnahannya. Waktu itu yang menulis ulang Taurat adalah Ezra. Menjadi pokok permasalahan ketika usia Ezra saat menulis Taurat adalah 40 tahun. Itu berarti, Ezra sejak lahir tidak pernah menyaksikan lembaran Taurat yang asli dari Nabi Musa. Dengan demikian bisa dipastikan Ezra mengumpulkannya dari dongeng-dongeng yang berkembang dalam masyarakat kala itu, sejak masa kakeknya hingga periode ayahnya. Hal ini terbukti ketika di dalam Taurat yang dimuat dalam Perjanjian Lama tertulis ayat sebagai berikut,

Musa berumur seratus dua puluh tahun ketika ia mati. Matanya belum kabur, dan kekuatannya belum hilang.
Orang Israel menangisi Musa di dataran Moab, tiga puluh hari lamanya. Maka berakhirlah hari-hari tangis perkabungan Musa itu (Kitab Ulangan 5 : 7-8).

Akankah seseorang yang sudah mati dapat menuliskan kisahnya sendiri? Terbukti sudah, bahwa Taurat yang ada di dalam Bible bukanlah firman Allah melainkan penuturan masyarakat semata.

Ketiga, bahwa ternyata di dalam Perjanjian Lama termuat ayat-ayat cabul, yang makin menegaskan garis pemikiran penulis dengan Spinoza dalam hal kritiknya atas Perjanjian Lama !

Pemikiran ini ditegaskan sendiri oleh ayat-ayat bernada cabul di dalam Perjanjian Lama sebagai berikut,

“Ia tidak meninggalkan persundalannya yang dilakukannya sejak dari Mesir, sebab pada masa mudanya orang sudah menidurinya, dan mereka memegang-megang dada keperawanannya dan mencurahkan persundalan mereka kepadanya.” (Yehezkiel 23:8).
“Ia melakukan lebih banyak lagi persundalannya sambil teringat kepada masa mudanya, waktu ia bersundal di tanah Mesir. Ia berahi kepada kawan-kawannya bersundal, yang auratnya seperti aurat keledai dan zakarnya seperti zakar kuda.” (Yehezkiel 23:19-20).
“Pergilah Lot dari Zoar dan ia menetap bersama-sama dengan kedua anaknya perempuan di pegunungan, sebab ia tidak berani tinggal di Zoar, maka diamlah ia dalam suatu gua beserta kedua anaknya. Kata kakaknya kepada adiknya: “Ayah kita telah tua, dan tidak ada laki-laki di negeri ini yang dapat menghampiri kita, seperti kebiasaan seluruh bumi. Marilah kita beri ayah kita minum anggur, lalu kita tidur dengan dia, supaya kita menyambung keturunan dari ayah kita. Pada malam itu mereka memberi ayah mereka minum anggur, lalu masuklah yang lebih tua untuk tidur dengan ayahnya; dan ayahnya itu tidak mengetahui ketika anaknya itu tidur dan ketika ia bangun. Keesokan harinya berkatalah kakaknya kepada adiknya: “Tadi malam aku telah tidur dengan ayah; baiklah malam ini juga kita beri dia minum anggur; masuklah engkau untuk tidur dengan dia, supaya kita menyambung keturunan dari ayah kita. Demikianlah juga pada malam itu mereka memberi ayah mereka minum anggur, lalu bangunlah yang lebih muda untuk tidur dengan ayahnya; dan ayahnya itu tidak mengetahui ketika anaknya itu tidur dan ketika ia bangun. Lalu mengandunglah kedua anak Lot itu dari ayah mereka.” ( Kejadian 19:30-34).


AJARAN TENTANG ETIKA



Spinoza yang menyangkal kebebasan dan individualitas, namun menekankan determinise Allah atau alam atas manusiaia tidak mempertimbangkan tentang suatu etika yang menganjurkan perubahan hidup. Spinoza dalam bentukanya menjawab “Bagaimanakah orang yang bijaksana bisa hidup dengan lebih tenang dan mantap? “Apakah kewajibanku? “Apakah kebahagiaanku?” “Bagaimana bisa aku memperolehnya?” ( pertanyaan keharusaan tidak akan menjadi bermakna dengan latar belakang determinisme di mana segala sesuatunya di tentukan oleh Allah ).

Spinoza menyusun etikanya dengan prinsip ilmu ukur ( ordine geometric ) atau suatu dalil umum. Menurut Spinoza dalil umum yang bisa ditemukan dari semua “pengada” adalah usaha untuk mempertahankan diri (conatus) setiap mahluk berusaha sekuat tenaga untuk mempertahnkan keberadaanya (conatus sese conservandu ). Pada manusia usaha tersebut sebagai keinginan atau dorongan yang di dasari secara intelektual. Apabila sebaliknya (misalnya, keinginan itu padam, tidak bergairah, terhambat) maka akan menjadi kesedihan atau rasa sakit. Spinoza dapat menentukan mana yang baik dan mana yang buruk bagi manusia. Yang baik adalah yang mendukung dia memenuhi keinginan kita untuk memperoleh kenikmatan. Sedangkan yang buruk adalah yang menghambat dan membuat kita sedih. Kebahagaiaan akan terwujud jika kita tidak merasa sedih, tetapi nikmat.

Di lain pihak, emosi aktif adalah perasaan senang yang kita peroleh berkat aktivitas mental atau kegiatan jiwa. Emosi aktif di dapatkan jika kita mengalami peningkatan pengertian. Saya bukan lagi objek pasif emosi, melainkan emosi mengikuti pengertian saya. Pemahaman yang paling tinggi yang bisa di capai manusia adalah mengenal Allah. Allah adalah keseluruhan realitas. Semaikn kita mengerti Allah, semakin kita mencintai-Nya. Cinta yang didasarkan pada pemahaman intelektual tentang Allah adalah puncak etika dan kebahagiaan manusia. Kalau pemahaman kita sudah mencapai tertinggi ( mengenal dan mencintai Allah ) maka kita bisa menerima segala sesuatu yang ada di dalam sebagai kehendakn-Nya dan sanggup menyerahkan diri kepada-Nya.

Ada dua hal yang penting menurut Spinoza yang berkaitan dengan kebebasaan dan kebahagiaan manusia. Pertama menurut Spinoza kebebasan tidak bersifat pasif, melainkan aktif. Dalam hal ini kita mengenal dan menyerahkan diri , secara intelektual menunjukan usaha atau kegiatan aktif. Kerena cinta kepada Allah juga bersifat intelektual bersifat karena didasarkan pengertian atau pemahaman belaka, bukan merupakan hubungan pribadi yang mengandaikan adanya keterkaitan dalam mencintai. Dalam cinta intelektual kepada Allah menurut Spinoza, kita bisa melihat segala sesuatu subspecie aeternitatis ( dari sudut kebandinganya ). Artinya, dalam diri Allah kita bisa memandang dalam sesuatu yang ada di dalam semesta ini secara menyeluruh, sehingga tidak ada lagi bagian-bagian yang saling terpisahkan entah berdasarkan ruang atau waktu. Bagi Spinoza Allah adalah alam dan alam adalah Allah. Tidak lebih dan tidak kurang.


PEMIKIRAN MODERN METAFISIKA SPINOZA



Ajaran Spinoza di bidang metafisika menunjukkan kepada suatu ajaran monistis yang logis, yang mengajarkan bahwa dunia sebagai keseluruhan mewujudkan suatu substansi tunggal, dimana tiada bagiannya yang dapat secara logis berdiri sendiri. Ajaran ini didasarkan atas keyakinan bahwa setiap hal memiliki suatu subjek tunggal dan suatu predikat tunggal juga. Sehingga dapat disimpulkan bahwa segala hubungan dan kejamakan adalah semu.

Persoalan pertama yang menggangu pemikiran Spinoza ialah sejak lama dan begitu kuatnya anutan orang kristen yang mempercayai imaterialisme, termasuk imortalitasnya jiwa dan adanya Tuhan. Ini membingungkan karena sudah sejak lama pula orang yunani beranggapan bahwa yang ada hanyalah bahan materi (material stuuf), jadi mereka ini materialis. Sekarang yang menjadi tugas filosof untuk menjelaskan sosok-sosok immaterial seperti jiwa, Tuhan, dan sebagainya itu. Dengan kata lain bagaimana menyelesaikan persoalan yang bertentangan antara imaterialisme dan meterialisme. Dalam metafisika, Descartes, misalnya ia memulai dengan mengakui adanya dua macam substansi yang dicipta; fisi dan mental dan hanya ada satu yang tidak dicipta; tuhan. Leibniz pergi lebih jauh tatkala ia mengatakan bahwa yang ada hanyalah substansi imaterial. Posisi ini sekarang disebut idealisme.

Didalam filsafat modern, materialisme dan idealisme sudah bertarung selama tiga abad (Solomon;72). Ajaran idealisme bertumpu pada agama, sementar meterialisme bertumpu pada sains.
Dengan adanya kemajuan sains, sudah umum adanya anggapan bahwa alam semesta ini adalah sebuah mesin raksasa, mengkin diciptakan oleh tuhan, tetapi ternyata dalam kasus-kasus tertentu mekanismenya itu dapat dikoordinasikan dan diperhitungkan. Newton misalnya menemukan hokum gerak yang kaulitas, sementara kepercayaan kepada kebijakan tuhan mengatur alam masih ada. Ini sungguh-sungguh merupakan suatu pertanyaan yang menjadi beban metafisikawan untuk menjawabnya.

Beberapa pendapat Spinoza dalam metafisika, seperti dalam geometri. Spinoza memulai dengan meletakkan definisi. Beberapa contoh definisi-definisi ini yang digunakannya dalam membuat kesimpulan-kesimpilan dalam metafisika (Solomon:73)

Beberapa definisi tersebut adalah;
  1. Sesuatu yang sebabnya pada dirinya, saya maksudkan esensinya mengandung eksistensi, atau sesuatu yang hanya dipahami sebagai ada.
  2. Sesuatu dikatakan terbatas bila ia dapat dibatasi oleh sesuatu yang lain; misalnya tubuh kita terbatas, yang membatasinya ialah besarnya tubuh kita itu.
  3. Substansi ialah sesuatu yang ada dalam dirinya, dipahami melalui dirinya, konsep dapat dibentuk tentangnya bebas dari yang lain.
  4. Yang saya maksud dengan atribut (sifat) ialah apa yang dapat difahami sebagai melekat pada esensi substansi
  5. Yang saya maksud denganmode ialah perubahan-perubahan pada substansi
  6. Tuhan yang saya maksud ialah yang tak tebatas secara absolute (mutlak)
  7. Sesuatu saya sebut bebas ialah sesuatu yang ada sendirian, bukan disebabkan oleh yang lain, dan tindakanya ditentukan olehnya sendiri.
  8. Yang saya maksud dengan kekekalan (eternity) ialah sifat pada eksistensi itu tadi.
Tatkala ia berbicara dalam astronomi, definisi selalu diikuti oleh aksioma. Aksioma adalah suatu kebenaran yang tidak memerlukan pembelaan. Dalam geometri, contoh aksioma ialah ; jarak terdekat antara dua titik ialah garis lurus.
Aksioma-aksioma yang dipasangnya dalam metafisika sebagai berikut :
  1. Segala sesuatu yang ada, dalam dirinya atau ada dalam sesuatu yang lain.
  2. Sesuatu yang tidak dapat dipahami melalui sesuatu yang lain harus dipahami melalui dirinya sendiri.
  3. Dari suatu sebab, tentu diikuti akibat; bila tidak ada sebab, tidak mungkin akan ada akibat yang mengikutinya.
  4. Pengetahuan kita tentang akibat ditentukan oleh pengetahuan kita tentang sebab.
  5. Sesuatu yang tidak biasa dikenal umum tidak dapat dipahami; konsep tentang sesuatu tidak melibatkan konsep tentang yang lain.
  6. Idea yang benar harus sesuai dengan objeknya.
  7. Bila Sesuatu dapat dipahami sebagai tidak ada, maka esensinya tidak ada.
 

FILSAFAT DAN BISNIS, PENERAPAN FILSAFAT DALAM PRAKTIK BISNIS

Inti filsafat yang disampaikan oleh Spinoza adalah hakikat alam semesta ini adalah Satu, yang dapat dipahami sebagai Tuhan. Konsekuensi filsafat seperti ini adalah filsafat etis yang menyadarkan semua fenomena di alam semesta, termasuk dunia bisnis di dalamnya, kepada tindakan yang dilakukan atau dikehendaki Tuhan.

Dia juga menyatakan determinisme pada kejadian alam semesta. Artinya, semua fenomena alam adalah atas kehendak Tuhan dan hal itu menghilangkan kehendak bebas. Filsafat Spinoza memang tidak mudah untuk diterapkanpada dunia bisnis, misalnyaketika determinisme digunakanuntuk memberikan penjelasan tentang kegagalan atau keberhasilan bisnis. Keberhasilan suatu bisnis yang dikembalikan pada kehendak Tuhan akan menghilangkan rasa sombong pada pelaku bisnis yang berhasil, sedangkan kegagalan suatu bisnis yang dikembalikan pada kehendak Tuhan akan mengurangi beban tanggung jawab, walaupun kemudian muncul pertanyaan Mengapa Tuhan menghendaki kegagalan? 

Pertanyaan seperti itu tentu jarang muncul saat seseorang berhasil. Jika seseorang berhasil, ia mungkin akan bertanya, Mengapa Tuhan menghendaki saya berhasil?. Pertanyaan itu tentu harus dijawab dengan jawaban yang deterministic, yaitu jawaban yang dikembalikan pada kehendak Tuhan yang terlepas dari kekuatan manusia. Jawaban karena Tuhan saying kepada kita tentu sangat deterministic. Namun jawaban tersebut akan menimbulkan pertanyaan lanjutan Mengapa? Dari penjelasan ini, terlihat bahwa rahasia Tuhan yang selalu ada dibalik fenomena, baik kegagalan atau keberhasilan, menutut adanya perenungan.


BEBERAPA KARYA SPINOZA

Halaman Pembuka dari salah satukarya Spinoza magnum opus, Ethics
  • Renati Descartes Principiorum Philosophiae, 1663 (Prinsip Filsafat Descartes)
  • Tractatus Theologico-Politicus, 1670 (Traktat Politis-Teologis)
  • Tractatus de intellectus emendatione, 1677 (Traktat tentang Perbaikan Pemahaman)
  • Ethica more geometrico demonstrata, 1677 (Etika yang dibuktikan secara geometris)


Kesimpulan



Berdasarkan uraian di atas tidak dapat di pungkiri bahwa Spinoza adalah seorang pemikir yang logis, konsisten, dan konsekwen. Dari satu prinsip utama Tuhan atau alam. Ia secara deduktif mendasarkan semua hal lain. Spinoza mengajarkan bahwa manusia merupakan satu kesatuan utuh; satu substansi yang mempunyai dua aspek yakni jiwa dan tubuh. Dalam hal ini, Spinoza termasuk pemikir yang memberikan sumbangan pengertian yang tepat tentang manusia sebagai (suatu) mahluk yang berdimensi jamak. Masalah utamanya justru teletak dalam dasar seluruh bangunan filsafatnya, yaitu menyamakan Tuhan dengan alam. Tuhan atau alam adalah satu-satunya substansi, sedangkan yang lain adalah perwujudan atau cara keberadaan (modi) dari Tuhan atau alam dari substansi yang satu dan sama.

Dalam hal ini tidak heran bila Spinoza menolak individualitas, kebebasan, dan tanggung jawab manusia. Filsafat Spinoza pada umumnya dan ajaran tentang etika pada khususnya mengandung banyak kontradiksi. Kecermatan metodenya bukan merupakan etika yang serius dan menghukumi; sebaliknya ia menghasilkan dikta dari common sense yang adil dan halus.
Pemikiran Spinoza mengenai substansi tunggal yang dimiliki Allah dan menjadikan Allah sebagai satu-satunya substansi yang tidak bergantung dan Yang Tak Berhingga tanpa penyertaannya.

Kritiknya atas perbandingan agama terutama karena muatan-muatan dalam Perjanjian Lama yang cukup banyak mengandung kontradiksi, ayat-ayat cabul, hingga ayat-ayat yang dimasukkan dalam kitab suci padahal hanya sebatas dongeng belaka. Barangkali amatlah berguna pernyataan Spinoza berikut ini,
“Substansi adalah sesuatu yang berdiri sendiri, yang tidak tergantung kepada apapun juga yang lain. Substansi yang demikian itu tentu hanya ada satu saja, sebab seandainya ada dua substansi semacam itu, tentu akan ada nisbah antara keduanya. Padahal pengertian nisbah mengandung unsur ketergantungan. Substansi yang satu itu adalah Allah, Yang Esa, tiada batasnya secara mutlak

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Sidqi. wordpress.com/…/prinsip-ketuhanan-b-de-Spinoza-panteisme/Armas, Adnin,
Analisa Historis Filosof Yahudi terhadap Perjanjian Lama (Baruch Spinoza), 2004, Bekasi: Bima —–(diunduh dari http://belovedmine.blogspot.com/2012/05/baruch-spinoza-allah-sebagai ————substansi.html)
Al-Qur’an dan Terjemahnya – Departemen Agama RI (penerbit CV. Asy-Syifa’, Semarang)
Deedat, Ahmed, The Real Truth: Kebenaran yang Tak Terbantahkan (Malang: Al-Qayyim, ———-2005), 227-231. (diunduh dari http://belovedmine.blogspot.com/2012/05/baruch-spinoza———-allah-sebagai-substansi.html)
Filsafat Hermeneutika dan Dampaknya Terhadap Studi Al-Qur’an, 3 (diunduh dari ——————–http://insistnet.com)
Handono, Irena, dalam Analisa Historis Filosof Yahudi terhadap Perjanjian Lama (Baruch ———–Spinoza), 2004, Bekasi: Bima Rodheta, diunduh dari http://study-kritikbibel.blogspot.com/
http://plato.stanford.edu/entries/spinoza/
http://amoretvita.wordpress.com/2007/09/08/allah-dalam-metafisika-teologi-menurut/
http://belovedmine.blogspot.com/2012/05/baruch-spinoza-allah-sebagai-substansi.html
http://id.wikipedia.org/wiki/Baruch_de_Spinoza
http://ahmadsidqi.wordpress.com/2008/04/10/prinsip-ketuhanan-b-de-spinoza-pantheisme/
P.A. Van Der Wij, Filsuf-Filsuf Besar Tentang Manusia (Jakarta : Gramedia, 1988), 76.
Rodheta (diunduh dari http://study-kritikbibel.blogspotcom/)
Ya’qub, Hamzah. 1973. Filsafat Ketuhanan Yang Maha Esa. Bandung: Al-Ma’arif.
Yuana, Kumara Ari, The Greatest Philosophers (Yogyakarta: Pustaka Andi.2010). 162-163.
Zenjibari, Muhammad Ali, Satu Sumber Dua Corak: Menyingkap Islam dan Kristen (Jakarta: ——-Pustaka Intermasa, 2005), 115.
 Penyusun : Ika Fitriana

Posting Komentar untuk "Biografi dan Pemikiran Filsafat Spinoza"