Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget Atas Posting

 Tulis Artikel dan dapatkan Bayaran Tiap Kunjungan Rp 10-25 / kunjungan. JOIN SEKARANG || INFO LEBIH LANJUT

Konsep Belajar dan Mengajar

Belajar sebagai karakteristik yang membedakan manusia dengan makhluk lain, merupakan aktivitas yang selalu dilakukan sepanjang hayat manusia, bahkan tiada hari tanpa belajar. Belajar merupakan aktivitas yang dilakukan seseorang untuk mendapatkan perubahan dalam dirinya melalui pelatihan-pelatihan atau pengalaman-pengalaman. Salah satu ciri dari aktivitas belajar menurut para ahli pendidikan dan psikologi adalah adanya perubahan tingkah laku. Perubahan tingkah laku itu biasanya berupa penguasaan terhadap ilmu pengetahuan yang baru dipelajarinya, atau penguasaan terhadap keterampilan dan perubahan yang berupa sikap. Untuk mendapatkan perubahan tingkah laku tersebut, maka diperlukan tenaga pengajar yang memadai. Pengajar atau disebut juga dengan pendidik sangat berperan panting dalam proses pembelajaran. Pendidik yang baik akan mampu membawa peserta didiknya menjadi lebih baik.
Guru, instruktur atau dosen seringkali menyamakan istilah pengajaran dan pembelajaran. Padahal pengajaran lebih mengarah pada pemberian pengetahuan dari guru kepada siswa yang kadang kala berlangsung secara sepihak. Sedangkan pembelajaran merupakan suatu kegiatan yang berupaya membelajarkan siswa secara terintegrasi dengan memperhitungkan faktor lingkungan belajar, karakteristik siswa, karakteristik bidang studi serta berbagai strategi pembelajaran, baik penyampaian, pengelolaan, maupun pengorganisasian pembelajaran.

Ilmu pembelajaran menaruh perhatian pada upaya untuk meningkatkan pemahaman dan memperbaiki proses pembelajaran. Untuk memperbaiki proses pembelajaran tersebut diperlukan berbagai model pembelajaran yang sesuai dengan kondisi pembelajaran. Yang dimaksud dengan kondisi pembelajaran di sini adalah tujuan bidang studi, kendala bidang studi, dan karakteristik peserta didik yang berbeda memerlukan model pembelajaran yang berbeda pula.

Teori Belajar


Belajar adalah untuk mencari, mendapatkan dan mengetahui ilmu. Lee Cronbach mengungkapkan bahwa belajar merupakan perubahan prilaku sebagai hasil dari pengalaman. Karena itu, menurutnya sebaik-baik belajar adalah dengan mengalami sesuatu. Mengalami sesuatu yaitu dengan mempergunakan panca inderanya mata untuk mengamati, telinga untuk
mendengar, hidung untuk mencium, lidah untuk merasa, kulit juga untuk merasakan sesuatu sehingga diharapkan seorang pembelajar mampu membaca, mengamati, meniru, dan kemudian mengolahnya.
Berangkat dari alur pikiran pakar di atas, maka sesungguhnya belajar dilakukan melalui proses imajinatif dan kreatif. Bukan semata-mata teori yang diberikan kepada pembelajar. Seabrek teori yang dijejalkan kepada pembelajar, tidak akan mengantarkannya kearah mengalami sesuatu. Apalagi teori-teori tersebut dimaksudkan untuk mengejar target atau nilai tertentu. Sesungguhnya yang terpenting dari belajar adalah bukan nilai, tetapi pengalaman yang diperoleh melalui proses imajinatif dan kreatif, sehingga memiliki kebermaknaan bagi pembelajar.

Konsep dasar pembelajaran

Belajar sebagai suatu kegiatan yang dilakukan manusia sejak lama dan telah menjadi objek kajian dari beberapa pakar. Bahkan banyak teori yang dikemukakan untuk menjawab pertanyaan tentang konsep belajar atau pembelajaran ini, teori-teori yang muncul tersebut antara lain dikemukakan oleh Thorpe (1950), menkonsepsikan belajar sebagai suatu perubahan nilai, kecakapan, sikap dan perilaku yang terjadi dengan usaha yang disengaja melalui rangsangan atau stimuli. Perubahan yang terjadi pada diri peserta didik adalah dalam bentuk tanggapan atau respon terhadap rangsangan tersebut. Gagne (1970) dan Trafers (1972), mendefinisikan belajar sebagai suatu perubahan disposisi atau kecakapan baru yang terjadi karena adanya usaha yang disengaja. Sedangkan Munn (1965) berpendapat bahwa belajar merupakan upaya untuk merubah (memodifikasi) tingkah laku sebagai perolehan dari suatu kegiatan. Beberapa prinsip belajar berdasarkan konsep dan aliran pembelajaran, dikemukakan oleh beberapa orang pakar sebagai mana ditulis di bawah ini.

Konsep J. Piaget mengidentifikasikan 4 tahapan perkembangan kognitif pada individu, yaitu melalui tahap: sensori-motorik, pra-operasional, operasional konkrit dan operasi formal atau proporsional. Tahap operasional konkrit lebih mudah dikembangkan apabila melalui tindakan-tindakan langsung (direct actions). Pada taraf ini dimungkinkan terjadinya perkembangan operasional formal. Para peserta didik yang tidak pernah mengalami pendidikan sekolah atau mereka yang putus sekolah, perkembangan kondisinya mulai berfungsi pada tahap operasional konkrit. Studi yang dilakukan oleh Arenberg, mengungkapkan bahwa; pada umumnya orang dewasa yang tidak pernah mengalami pendidikan sekolah atau mereka yang putus sekolah relatif kurang mampu mempelajari hal-hal yang disajikan dalam bentuk abstrak. Sebaliknya, pelajaran yang disajikan berdasarkan pengalaman hidup sehari-hari akan dengan mudah mereka tangkap.

Teori Belajar

Pakar teknologi pendidikan, Gagne, Briggs & Wager (1993, hlm, 3-11) menyatakan bahwa proses seseorang dapat dipengaruhi oleh faktor internal peserta didik itu sendiri dan faktor eksternal, yaitu pengaturan kondisi belajar. Proses belajar terjadi karena sinergi memori jangka pendek dan jangka panjang diaktifkan melalui penciptaan faktor eksternal, yaitu pembelajan atau lingkungan belajar. Melalui inderanya, peserta didik dapat menyerapa materi secara berbeda. Pengajar mengarahkan agar pemrosesan informasi untuk memori jangka panjang dapat berlansung lancar.

pengertian belajr menurut Teori Behavioristik belajar adalah perubahan tingkah laku sebagai akibat dari adanya interaksi antara stimulus dan respon. Dengan kata lain, belajar merupakan bentuk perubahan yang dialami siswa dalam hal kemampuannya untuk bertingkah laku dengan cara yang baru sebagai hasil interaksi antara stimulus dan respon. Seseorang dianggap telah belajar sesuatu jika ia dapat menunjukkan perubahan tingkah lakunya. Sebagai contoh, anak belum dapat berhitung perkalian. Walaupun ia sudah berusaha giat, dan gurunya pun sudah mengajarkannya dengan tekun, namun jika anak etrsebut belum dapat mempraktekkan perhitungan perkalian, maka ia belum dianggap belajar. Karena ia belum dapat menunjukkan perubahan perilaku sebagai hasil belajar.
Sedangkan teori belajar kognitif berbeda dengan teori belajar behavioristik. Teori belajar kognitif lebih mementingkan proses belajar dari pada hasil belajarnya. Para penganut aliran kognitif mengatakan bahwa belajar tidak sekedar melibatkan hubungan antara stimulus dan tespon. Model belajar kognitif merupakan suatu bentuk teori belajar yang serimg disebut sebagai model seseorang ditentukan oleh presepsi serta pemahamannya tentang situasi yang berhubungan dengan tujuan belajarnya. Belajar merupakan perubahan persepsi dan pemahaman yang tidak selalu dapat terlihat sebagai tingkah laku yang nampak.

Teori kognitif juga menekankan bahwa bagian-bagian dari suatu situasi saling berhubungan dengan seluruh konteks situasi tersebut. Memisah-misahkan atau membagi-bagi situasi/materi pelajaran menjadi komponen-komponen yang kecil-kecil dan mempelajarimya secara terpisah-pisah, akan kehilangan makna. Teori ini berpandangan bahwa belajar merupakan suatu proses internal yang mencakup ingatan, retensi, pengolahan imformasi, emosi, dan aspek-aspek kejiwaan lainnya. Belajar merupakan aktivitas yang melibatkan proses berpikir yang sangat kompleks.

Selain teori belajar behavioristik dan teori kognitif, teori belajar humanistik juga penting untuk dipahami. Menurut teori humanistik, prosees belajar harus dimulai dan ditujukan untuk kepentingan memanusiakan manusia itu sendiri. Oleh sebab itu, teori belajar humanistik sifatnya lebih abstrak dan lebih mendekati bidang kajian filsafat, teori kepribadian, dan psikoterapi, dari pada bidang kajian psikologi belajar. Teori humanistik sangat mementingkan isi yang dipelajari dari pada proses belajar itu sendiri. Teori ini lebih banyak berbicara tentang konsep-konsep pendidikan untuk membentuk manusia yang dicita-citakan, serta tentang proses belajar dalam bentuknya yang paling ideal.
Dalam pelaksaannya, teori humanistik ini antara lain tampak juga dalam pendekatan belajar yang dikemukakan oleh Ausubel. Pandangannya tentang belajar bermakna atau “Meaningful Leaning” yang juga tergolong dalam aliran kognitif ini, mengatakan bahwa belajar merupakan asimilasi bermakna.

Perbedaan Mendidik dan Mengajar, Pendidikan bukanlah persiapan untuk menghadapi kehidupan, pendidikan adalah kehidupan itu sendiri -John Dewey- (Desmond Kwande/Agence France-Presse). Bagi saya, ini adalah pertanyaan mendasar yang tidak bisa dijawab secara spontanitas. Ini karena saya tidak mau seperti kebanyakan orang yang terjebak pada definisi yang sama bahwa pendidikan dan pengajaran adalah sama saja. Bagi saya tidak, keduanya memiliki pengertian mendasar yang berbeda, serta kajian-kajian referensi yang mendalam untuk mengetahui lebih dalam tentang perbedaan antara mendidik dan mengajar.

Pendidikan merupakan bagian penting dari kehidupan yang sekaligus membedakan manusia dengan makhluk hidup lainnya. Hewan juga belajar tetapi lebih ditentukan oleh instingnya, sedangkan manusia belajar berarti merupakan rangkaian kegiatan menuju pendewasaan guna menuju kehidupan yang lebih berarti. Anak-anak menerima pendidikan dari orang tuanya dan manakala anak-anak ini sudah dewasa dan berkeluarga mereka akan mendidik anak-anaknya, begitu juga di sekolah dan perguruan tinggi, para siswa dan mahasiswa diajar oleh guru dan dosen.

Menurut Paulo Freire, pendidikan adalah proses memanusiakan manusia, sedangkan John Dewey mengatakan bahwa pendidikan adalah proses yang dilakukan agar ada perubahan dalam masyarakat. Sehingga dapat dikatakan bahwa pendidikan adalah sebuah proses transfer dan pencarian nilai yang terjadi dilevel individu maupun masyarakat yang mengarah kepada perubahan kondisi kearah yang lebih baik. Maka sejatinya pendidikan adalah juga proses pembebasan manusia, karena telah begitu banyak penindasan terjadi diantara manusia.

Terdapat perbedaan mendasar antara mendidik dan mengajar, beberapa orang mungkin terjebak antara definisi mendidik dengan mengajar. Padahal, terdapat perbedaan yang mendasar antara keduanya. Mengajar merupakan kegiatan teknis keseharian seorang guru. Semua persiapan guru untuk mengajar bersifat teknis. Hasilnya juga dapat diukur dengan instrumen perubahan perilaku yang bersifat verbalistis. Tidak seluruh pendidikan adalah pembelajaran, sebaliknya tidak semua pembelajaran adalah pendidikan. Perbedaan antara mendidik dan mengajar sangat tipis, secara sederhana dapat dikatakan mengajar yang baik adalah mendidik. Dengan kata lain mendidik dapat menggunakan proses mengajar sebagai sarana untuk mencapai hasil yang maksimal dalam mencapai tujuan pendidikan

Mendidik lebih bersifat kegiatan berkerangka jangka menengah atau jangka panjang. Hasil pendidikan tidak dapat dilihat dalam waktu dekat atau secara instan. Pendidikan merupakan kegiatan integratif olah pikir, olah rasa, dan olah karsa yang bersinergi dengan perkembangan tingkat penalaran peserta didik.

Mengajar yang diikuti oleh kegiatan belajar-mengajar secara bersinergi sehingga materi yang disampaikan dapat meningkatkan wawasan keilmuwan, tumbuhnya keterampilan dan menghasilkan peru bahan sikap mental/kepribadian, sesuai dengan nilai-nilai absolute dan nilai-nilai nisbi yang berlaku di lingkungan masyarakat dan bangsa bagi anak didik adalah kegiatan mendidik. Mendidik bobotnya adalah pembentukan sikap mental/kepribadian bagi anak didik , sedang mengajar bobotnya adalah penguasaan pengetahuan, keterampilan dan keahlian tertentu yang berlangsung bagi semua manusia pada semua usia. Contoh seorang guru matematika mengajarkan kepada anak pintar menghitung, tapi anak tersebut tidak penuh perhitungan dalam segala tindakannya, maka kegiatan guru tersebut baru sebatas mengajar belum mendidik.

Tidak setiap guru mampu mendidik walaupun ia pandai mengajar, untuk menjadi pendidik guru tidak cukup menguasai materi dan keterampilan mengajar saja, tetapi perlu memahami dasar-dasar agama dan norma-norma dalam masyarakat, sehingga guru dalam pembelajaran mampu menghubungkan materi yang disampaikannya dengan sikap dan keperibadiaan yang harus tumbuh sesuai dengan ajaran agama dan norma-norma dalam masyarakat.

Jadi, jika hasil pengajaran dapat dilihat dalam waktu singkat atau paling lama tiga tahun, keluaran pendidikan tidak dapat dilihat sebagai satu hasil yang segmentatif. Hasil pendidikan tercermin dalam sikap, sifat, perilaku, tindakan, gaya menalar, gaya merespons, dan corak pengambilan keputusan peserta didik atas suatu perkara.

Pedagogy dan Andragogy, Penting juga mengetahui tentang Pedagogy dan Andragogy, ini adalah dua model pendekatan pendidikan menurut Paulo Freire. Pedagogy adalah metode pendekatan yang menempatkan objek pendidikannya sebagai ’anak-anak’ meskipun usia bioogisnya sudah termasuk ’dewasa’. Konsekuensinya adalah menempatkan peserta didik sebagai ’murid’ yang pasif, yang sepenuhnya menjadi objek suatu proses belajar, seperti ’guru menggurui, guru mengevaluasi, murid dievaluasi. Sebaliknya Andragogy atau pendidikan ’orang dewasa’ adalah metode pendekatan yang menempatkan peserta didik sebagai orang dewasa, murid sebagai subjek dari sistem pendidikan yang aktif. Fungsi guru adalah sebagai ’fasilitator’ bukan menggurui, dan relasi antara guru-murid bersifat ’multicommunication’ dan seterusnya.

Pendidikan juga seharusnya tidak berada jauh dengan realitas, yaitu pendidikan yang dekat dengan kondisi real masyarakat, karena pendidikan bertujuan untuk transformasi/perubahan dalam masyarakat ke arah kehidupan yang lebih baik. Pendidikan seharusnya membangun kesadaran kritis, dan mampu menciptakan ruang untuk tumbuhnya resistensi dan subversi terhadap sistem yang dominan. Sehingga pandangan pendidikan seperti itu akan melahirkan aliran pendidikan yang disebut pendidikan kritis.

Proses dalam pendidikan seharusnya dapat menjadi proses pembebasan manusia dari penindasan. Sejarah membuktikan telah begitu banyak proses penindasan terjadi terhadap manusia, bahkan hingga saat ini. Karena baik si penindas, maupun yang tertindas, sama-sama mengalami proses dehumanisasi (kehilangan kemanusiannya) karena menyalahi kodrat manusia itu sendiri. Sejatinya manusia harus dipandang dan diperlakukan sebagai seorang manusia yang memiliki hak dan kewajiban serta sama harkat dan martabatnya dengan manusia lain. Pendidikan pun seharusnya tidak menempatkan guru/pengajar sebagai subjek dan murid/peserta belajar sebagai objek, namun, menempatkan guru/pengajar sebagai subjek (dalam hal ini fasilitator) dan murid/perserta belajar sebagai subjek pula. Sehingga pendidikan kritis pun dapat terwujud dan menghasilkan manusia yang kritis dan mampu membawa perubahan dalam masyarakat ke arah yang lebih baik.

Peran guru dalam proses pembelajaran

Menurut teori konstruktivism yang dikembangkan oleh Von Glasserfeld, pembentukan pengetahuan seseorang dilakukan sendiri oleh orang itu dan bukan oleh guru, sehingga para guru hanya bisa mendorong para siswa agar aktif dalam pembelajaran untuk membentuk pengetahuannya sendiri. Doronga para guru sangat memicu dan memacu para Siswa aktif dan giat belajar.
Fungsi guru dalam kelas bukan mengajari namun kehadiran guru membuat siswa belajar sehingga fungsi guru tidak mengajar namun lebih pada empat fungsi yang haRus difahami oleh guru yaitu :
  1. Menciptakan suasana pembelajaran yang kondusif, kereatif, menciptakan berbagai kiat dan model penyampaian materi pembelajaran, membuat suasana pembelajaran menjadi menarik.
  2. Membangkitkan motivasi para siswa agar lebih aktif dan giat dalam belajar.
  3. Membimbing dan memberikan kemudahan bagi siswa dalam pembelajaran, sehingga proses pembelajaran menjadi berkualitas.
  4. Memimpin pembelajaran, juga sebagai tempat bertanya bagi para siswa.
Dengan guru melaksanakan fungsinya seperti ini akan mendorong siswa lebih aktif dalam pembelajaran. Keaktifan siswa tersebut akan meningkatkan mutu pendidikan dan penguasaan ilmu pengetahuan dan keterampilan. Siswa diajak dan ditekankan kepada learning how to learn. Pemahaman ini akan sangat mendorong para siswa terus mencari ilmu pengetahuan sehingga dapat terbentuk long life learning.

Dalam standar nasional pendidikan pasal 28 dikemukakan bahwa pendidik sebagai agen pembelajaran harus berkualifikasi akademik dan kompetensi. sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujan pendidikan nasional. Selanjutnya dalam penjelasan dikemukakan bahwa yang dimaksud dengan pendidik sebagai agen pembelajaran adalah peran pendidik antara lain sebagai fasilitator, motivator, pemacu, pemberi inspirasi belajar bagi peserta didik. Disamping itu juga dapat ditambahkan sebagai pengawas dan evaluator dalam proses pembelajaran siswa.

Tugas guru tidak hanya menyampaikan informasi kepada siswa, tetapi harus menjadi fasilitator yang bertugas memberikan kemudahan belajar kepada seluruh siswa, agar mereka dapat belajar dalam suasana yang menyenangkan, gembira, penuh semangat, tidak cemas dan berani mengemukakan pendapat secara terbuka. Untuk kepentingan tersebut perlu dikondisikan lingkungan belajar yang kondusif dan menantang rasa ingin tahu siswa, sehingga proses pembelajaranakan berlangsung secara efektif.

Guru sebagai fasilitator sedikitnya harus memiliki tujuh sikap sebagai berikut :
  1. Tidak berlebihan mempertahankan pendapat dan keyakinannya atau kurang terbuka.
  2. Dapat lebih mendengarkan siswa terutama tentang aspirasi dan perasaannya.
  3. Mau dan mampu menerima ide siswa yang ionovatif dan kereatif, bahkan yang sulit sekalipun.
  4. Lebih meningkatkan perhatiannya terhadap hubungan dengan siswa seperti halnya terhadap bahan pelajaran.
  5. Dapat menerima balikan baik yang sifatnya positif maupun nagtif dan menerimanya sebagai pandangan yang konstruktif terhadap diri dan prilakunya.
  6. Toleransi terhadap kesalahan yang diperbuat siswa selama proses pembelajaran dan
  7. Menghargai siswa meskipun biasanya mereka sudah tahu prestasi yang dicapainya.
Motivasi merupakan salah satu faktor yang dapat meningkatkan kualitas pembelajaran, karena siswa akan belajar dengan sungguh-sungguh apabila memiliki motivasi yang tinggi. Oleh karena itu untuk meningkatkan kualitas pembelajar guru harus mampu membangkitkan motivasi belajar siswa, sehingga dapat mencapai tujuan pembelajaran.

Sebagai motivator, maka fungsi guru adalah memberikan surport kepada siswa-siswa agar belajar dengan sungguh-sungguh demi masa depannya. Guru memberikan penguat baik yang bersifat positif (Positive Reinforcement) maupun yang bersifat negatif (Negative Reinforcement). Penguat positif berupa pemberian pujian dan hadiah terhadap siswa. Siswa yang berperestasi baik diberikan hadiah sebagai penghargaan atas usahanya. Sedangkan siswa yang berprilaku baik diberikan pujian, sehingga dengan demikian pada diri siswa tertanam nilai prilaku untuk berbuat baik. Penguat negatif berupa hukuman (Punishment) ataupun pembatalan terhadap sesuatu yang telah diberikan ( Ekstention). bilamana siswa melakukan prilaku-prilaku yang menyimpang dalam belajar seperti menyontek, tidak mengerjakan tugas yang diberikan guru, maka guru perlu memberikan hukuman agar prilaku itu tidak diulangi lagi.Sedangkan pembantalan adalah penarikan kembali suatu penghargaan atau keputusan yang telah diberikan kepada siswa karena mengetahui apa yang dilakukan siswa tersebut ternyata tidak benar. Sebagai contoh misalnya membatalkan hasil ujian yang telah diumumkan karena mengetahui bahwa ternyata siswa bekerja sama dalam menjawab soal ujian tersebut.

Sebagai pemicu guru harus mampu melipat gandakan potensi siswa dan mengembangkannya sesuai dengan aspirasi dan cita-cita mereka di masa yang akan datang. Hal ini sangat penting karena guru sangat berperan dalam membantu perkembangan siswa untuk mewujudkan tujuan hidupnya secara optimal.

Dalam mengembangkan potensi dan kemampuan siswa dalam kegiatan belajar mengajar melalui penyampaian materi pelajaran, guru harus mampu menyampaikan materi pelajaran secara jelas dan dapat difahami siswa.Untuk itu terdapat beberapa hal yang perlu dilakukan guru pembelajaran sebagai berikut:
(1). Membuat ilustrasi : pada dasarnya ilustrasi menghubungkan sesuatu yang sedang dipelajari siswa dengan sesuatu yang telah diketahuinya, dan pada waktu yang sama memberikan tambahan pengalaman kepada mereka.
(2). Mendifinisikan : meletakan sesuatu yang dipelajari secara jelas dan sederhana, dengan menggunakan latihan dan pengalaman serta pengertian yang dimiliki siswa.
(3). Menganalisa : membahas masalah yang telah dipelajari bagian demi bagian.
(4). Mensentisis : mengembalikan bagian-bagian yang telah dibahas ke dalam suatu konsep yang utuh sehingga memiliki arti, hubungan bagian yang satu dengan yang lain nampak jelas, dan setiap maslah itu tetap berhubungan dengan kseluruhan yang lebih besar.
(5). Bertanya : mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang berarti dan tajam agar pa yang dipelajari menjadi lebih jelas.
(6).Merespon : mereaksi dan menanggapi pertanyaan siswa. Pembelajaran akan lebih efektif, jika guru dapat merespon setiap pertanyaan siswa.
(7).Mendengarkan : memahami siswa, dan berusaha menyederhanakan setiap masalah, serta membuat kesulitan nampak jelas baik bagi guru mayupun siswa.
(8).Menciptakan kepercayaan : siswa akan memberikan kepercayaan terhadap keberhasilan guru dalam pembelajaran dan pembentukan kompetensi dasar.
(9) Memberikan pandangan yang bervariasi : melihat bahan yang dipelajari dari berbagai sudut pandang dan melihat masalah dalam kobinasi yang bervariasi.
(10). Menyediakan media untuk mengkaji materi standar : memberikan pengalaman yang bervariasi melalui media pembelajaran dan sumber belajar yang berhubungan dengan materi standar.
(11). Menyesuaikan metode pembelajaran : menyesuaikan metode pembelajaran dengan kemampuan dan tingkat perkembangan siswa serta mengubungkan materi baru dengan sesuatu yang telah diketahui oleh siswa.

Sebagai pemberi inspirasi belajar, guru harus mampu memerankan diri dan memberikan inspirasi bagi siswa, sehingga kegiatan belajar dan pembelajaran dapat membangkitkan berbagai pemikiran, gagasan dan ide-ide baru.Sebagai pemberi inspirasi, guru dapat memerankan diri sebagai pembawa cerita. Dengan cerita-cerita yang menarik diharapkan dapat membangkitkan berbagai inspirasii siswa.Cerita adalah cermin yang bagus dan merupakan innstrumen pengukur. Dengan cerita manusia bisa mengamati bagaimana memecahkan masalah yang sama dengan yang dihadapinya, menemukan gagasan dan kehidupan yang nampak diperlukan oleh manusia lain yang bisa disesuaikan dengan kehidupan mereka, belajar untuk menghargai kehidupan sendiri setelah membandingkan dengan apa yang telah mereka baca tentang kehidupan manusia di masa lalu.Guru berusaha mencari cerita untuk membangkitkan gagasan kehidupan di masa mendatang.Sebagai pendengar siswa dapat mengidentifikasi watak-watak pelaku yang ada dalam cerita, dapat secara obyektif menganalisa, menilai manusia, kejadian-kjadian dan pikiran-pikiran. Siswa dapat menjadikan tokoh-tokoh dalam cerita sebagai idiola yang menjadi pendorong baginya untuk mengejarnya mimpi-mimpinya,untuk mengapai cita-citanya.

Guru sebagai pengawas maka fungsi guru adalah mengontrol prilaku-prilaku siswa agar tidak menyimpang dari aturan aturan dalam belajar atau sekolah. Bilamana prilaku siswa menyimpang dari aturan-aturan sekolah maka siswa tersebut perlu diberikan nasehat-nasehat dan arahan-arahan agar tidak melakukan hal seperti itu lagi. Sebagai contoh misalnya siswa sering tidak masuk sekolah,tidak mengerjakan tugas yang diberikan guru, maka siswa tersebut perlu dipanggil dan ditanyakan sebab-sebabnya selanjutnya diarahkan agar tidak melakukan perbuatan seperti itu lagi, sehingga dengan demikian siswa diharapkan kembali pada proses pembelajar yang benar.

Guru sebagai evaluator, maka fungsi guru adalah menilai perkembangan hasil belajar siswa. Guru karena tanggung jawabnya berkewajiban untuk mengetahui perkembangan belajar siswa melalui proses penilaian, sehingga siswa yang belum berhasil, perlu dibantu dan dicari cara-cata yang tepat dalam mengatasi kesulitan belajarnya sehingga hasil belajar mereka meningkat. Kesulitan belajar yang dialami oleh siswa bisa berasal dari kemampuan akademiknya seperti lamban dalam menangkap pelajaran, dan bisa juga berasal dari cara-cara mengajar guru yang kurang profesional. Hasil belajar siswa rendah mungkin disebabkan strategi dan metode mengajar guru yang kurang tepat. Guru dalam mengajar tidak memberikan contoh-contoh yang kongrit yang mudah difahami oleh siswa misalnya contoh yang berasal dari kehidupan siswa sehari-hari. Guru mengajar tidak menggunakan alat peraga atau media yang tidak sesuai dengan materi pelajaran yang diajarkan. Guru tidak memberikan latihan atau pekerjaan rumah kepada siswa baik dalam bentuk tugas individual maupun tugas kelompok untuk mendorong siswa belajar mendalami materi pelajaran yang sudah disampaikan oleh guru di kelas.Guru bisa mengevaluasi ketidak berhasilan siswa dalam belajar melalui kegagalannya dalam menerapkan startegi dan metode mengajar dikelas melalui proses indentifikasi masalah yang dirasakan oleh guru melalui refleksi diri sepanjang proses pembelajaran yang dilakukannya di kelas.Berdasarkan evaluasi diri ini guru dapat memperbaiki program pembelajaran yang dirancangnya dan menerapkannya dalam proses pembelajaran di kelas. Guru dapat melakukan evaluasi kemball apakah program pembelajaran yang sudah diperbaikinya dan dilaksanakannya di kelas itu telah berhasil, melalui hasil evaluasinya terhadap kemajuan belajar siswa.Bilamana guru mampu menjalankan fungsinya, sebagaimana diuraikan di atas, maka dapatlah diharapkan bahwa proses pendidikan yang dilakukan oleh guru di sekolah akan mampu menghasilkan siswa-siswa yang berprestasi, educated dan bermoral

Kesimpulan


Berdasarkan hasil pembahasan, maka penulis dapat menyimpulkan sebagai deriku:
Belajar adalah proses mental yang terjadi dalam diri seseorang, sehingga menyebabkan munculnya perubahan perilaku mental karena adanya interaksi individu dengan lingkungan yang disadari.
Pembelajaran adalah proses interaksi antara peserta didik dengan lingkungan, sehingga terjadi perubahan perilaku kearah yang lebih baik.
Tujuan belajar dan pembelajaran mencakup tujuan intruksional, tujuan pembelajaran, dan tujuan belajar

DAFTAR PUSTAKA
Boerce, D. C. (2009). Metode pembelajaran dan pengajaran. Jogjakarta: Ar-ruzz media.
http://wawan-junaidi.blogspot.com/2012/01/faktor-faktor-psikologis-dalam-belajar.html
http://edukasi.kompasiana.com/2012/05/15/makna-belajar-457398.html
http://edukasi.kompasiana.com/2011/02/28/perbedaan-mendidik-dan-mengajar-343444.html
Mpd, D. w. (2007). Strategi pembelajaran berorientasi proses pendidikan. Jakarta: Kencana.
Mudjiono, D. D. (2006). Belajar dan pembelajaran. Jakarta: PT. Asdi mahakarya

Posting Komentar untuk "Konsep Belajar dan Mengajar"